Republika.co.id-Imam Suyuti berkata di dalam Al Amru Bil Ittiba’ Wa nahyu ‘Anil Ibtida’, lembaran 14 / 1: Asy Syafi’i berkata, "Aku membenci seorang laki-laki yang menjadikan Puasa (Rajab) sebulan penuh sebagaimana puasa Ramadhan. Demikian pula puasa sehari di antara hari-hari yang lainnya."
Abu Al Khatab menyebutkan di dalam kitab Ada’u Ma Wajaba Fi bayani Wadh’i Al Wadhi’in Fi Rajab, dari orang kepercayaan, Ibnu Ahmad As Saji Al Hafizh, beliau berkata, "Imam Abdullah Al Anshari, syaikh negeri Khurasan tidak pernah Puasa Rajab, bahkan melarangnya.
Beliau berkata, ’Tidak ada sesuatu pun yang sah datang dari Rasulullah tentang Keutamaan Rajab dan puasa padanya.’” Beliau berkata, ”Sesungguhnya para sahabat membenci Puasa Rajab. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu 'anhuma.
Umar pernah mengumpamakan orang yang sering Puasa Rajab seperti dirrah (susu yang melimpah-limpah, lihat Mukhtarush Shihah) Aku berkata, 'Permisalan Umar ini terdapat di dalam Al Mu’jam Al Ausath, karya Thabrani dan di dalamnya ada orang yang bernama Al Hasan bin Jabalah.'" Al Haitsami berkata di dalam Al Majma’ 13/191, ”Aku belum pernah menemukan orang yang menyebutkannya, dan rijal hadits yang lainnya tsiqah.”
Menurut Ibnu Wadhah dalam Al Bida’ hlm. 44 dan Al Faqihi dalam Kitabu Makkah, sebagaimana dikatakan oleh Abu Syamah Al Maqdisi dalam Al Ba’its ‘Ala Inkar Al Bida’ Wal Hawadits, hlm. 49. Beliau berkata juga, “Abu Utsman Sa’id bin Mansur menyandarkannya kepada imam yang disepakati keadilannya dan disepakati mengeluarkan dan meriwayatkannya,” dan beliau berkata, “Ini adalah sanad yang para perawinya disepakati keadilannya.”
Ath Thurtusi dalam Al Hawadits Wal Bida’, hlm. 129 dan Abu Syamah dalam Al Ba’its, hlm. 49 menukil kebencian Abu Bakar pada puasa Rajab.
Imam Abdullah Al Anshari, menukil dari Asy Suyuthi rahimahullah Ta’ala: Jika dikatakan Puasa Rajab adalah amalan yang baik, maka katakan padanya, mengamalkan kebaikan hendaknya sesuai yang disyari’atkan Rasulullah. Bila kita tahu, bahwa itu dusta atas nama Rasulullah, maka itu keluar dari yang disyari’atkan, dan mengagungkannya termasuk perkara jahiliyah, sebagaimana kata Umar.
Umar pernah memukul rajabiyyin, yaitu orang-orang yang berpuasa Rajab. Adapun Ibnu Abbas, seorang ulama Alquran membencinya juga. Dan dikeluarkan oleh Abdurrazaq di dalam Mushannaf 4/292, dari Atha’ dari Ibnu Abbas, bahwa dia membenci seluruh puasa Rajab, agar tidak dijadikan hari raya. Isnadnya shahih, sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Tabyin Al Ajab, hlm. 65, 66 – Al Misriyyah.
Asy Suyuthi berkata juga: Biasanya bila Ibnu Umar melihat manusia dan apa yang mereka siapkan untuk Bulan Rajab, (maka) beliau membencinya. Beliau berkata, ”Berpuasalah pada Bulan Rajab dan berbukalah, karena dia adalah bulan yang dahulu dimuliakan kaum jahiliyyah.”
Ada pula riwayat dari salaf, bahwa dahulu mereka mengingkari perbuatan orang-orang yang mengistimewakan bulan ini dengan berpuasa. Hal ini seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah Rahimahullah dengan sanad yang shahih dari Kharsyah bin Al Hurr, ia berkata, "Saya menyaksikan Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu memukuli tangan orang-orang di bulan Rajab, sampai mereka meletakkan tangan-tangan mereka di piring-piring makannya (melarang mereka berpuasa), dan Umar Radhiallahu’anhu berkata, “Makanlah kalian, bulan ini adalah bulan yang dahulu dimuliakan orang-orang jahiliyah.”" [Ada’u ma Wajab (hal. 57 dan 63)]
Juga ketika Abu Bakr Radhiyallahu ’anhu menemui keluarganya dan melihat mereka membeli cangkir-cangkir minum, dan bersiap-siap untuk puasa, ia berkata, “Apa ini!”
Mereka menjawab, “Rajab.”
Abu Bakr Radhiyallahu ’anhu berkata, “Apa kalian ingin menyerupakannya dengan Ramadhan? Lalu ia memecahkan cangkir-cangkir tersebut.” [Majmu’ Fatawa (25/290-291)]
At Turthusi dalam Al Hawadits Wal Bid’ah, hlm. 129 dan Abu Syamah di dalam Al Ba’its, hlm. 49 menyebutkan atsar Ibnu Umar ini. Dan di hlm. 130-131 berkata, ”Puasa Rajab dibenci berdasarkan salah satu dari tiga segi.
Salah satunya adalah bila orang-orang mengkhususkannya dengan puasa pada setiap tahun, maka orang-orang awam yang tidak tahu akan menyangka (bahwa) itu wajib seperti puasa Ramadhan, atau mungkin sunnah yang tetap yang dikhususkan Rasulullah untuk berpuasa, seperti sunnah-sunnah rawatib. Dan bisa jadi, puasa itu ditentukan karena keutamaan pahalanya dibanding seluruh bulan, sebagaimana puasa ‘Asy Syura. Maka puasa itu dianggap ada karena ada keutamaannya, bukan hanya karena sisi sunnah atau wajibnya.
Andaikata hal ini terjadi karena ada keutamaannya, tentu Rasulullah telah menjelaskan atau Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya, meskipun sekali seumur hidupnya. Sebagaimana Beliau pernah melakukan puasa ‘Asy Syura.
Andaikata hal ini terjadi karena ada keutamaannya, tentu Rasulullah telah menjelaskan atau Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya, meskipun sekali seumur hidupnya. Sebagaimana Beliau pernah melakukan puasa ‘Asy Syura.
Dan (dalam masalah ini) Beliau tidak pernah melakukanya, sehingga batallah anggapan keberadaan puasa itu, dikarenakan tidak ada keutamaannya. Secara ittifaq, itu bukan fardhu dan bukan pula wajib.
Dan secara khusus, tidak ada dalil yang menetapkan anjuran Puasa Rajab. Dengan demikian, berpuasa Rajab dengan melakukannya secara terus-menerus merupakan suatu perkara yang dibenci.
Wallahu a’lam... karena kita memiliki pedoman yaitu alquran dan sunnah.
ijin membca dan mencermati puasa di bulan rajab ini sobat...
BalasHapussilahkan sob
Hapusehehehe
terimakasih sudah berkunjung
alhamdulillah sebentar lagi bulan puasa ditunggu kunjunganya sobke blog sederhana
BalasHapusoke sob
Hapusterimakasih sudah berkunjung
hmmm,ya kalo masih ada keraguan dalam melaksanakan ibadah yg sunah baiknya jgn di kerjakan,,toh yg wajib saja seharusnya kita kerjakan t5erkadang tdk sempurna kita melaksanakannya,:)wallahuallam
BalasHapusiya sob
Hapuscuman banyak temen temen yang tanya aja mengenai hal ini